top of page
Search
  • izzulllislam

Jesus Seminar: Metode Pengklasifikasian “Firman Tuhan” dalam Injil Kanonik


“82 persen perkataan yang dianggap berasal dari Yesus dalam Injil sebenarnya tidak pernah diucapkan oleh Yesus.” Siapa sangka, pernyataan tadi datang dari para sarjana Kristen⸺lebih tepatnya sebuah perkumpulan teolog yang mengatasnamakan dirinya sebagai The Fellows. Dengan tidak kurang dari tujuh puluh empat pakar Perjanjian Baru, mereka memulai pencarian jawaban atas pertanyaan, “Apa yang sesungguhnya Yesus katakan?”


Menjadi PR penting, bagaimana mungkin Bibel yang secara turun-temurun⸺dengan tradisi gereja yang sangat kental, mengalami pengklasifikasian: Mana yang bukan atau termasuk perkataan Yesus. Bukankah seluruh denominasi kektristenan meyakini bahwa Bibel adalah 100 persen Firman Tuhan? Robert W. Funk, sebagai founder Jesus Seminar, tentu memiliki kapasitas yang cukup untuk menjawab persoalan ini. Lebih tepatnya lagi, bagaimana metode serta landasan yang dia ambil bersama dengan koleganya untuk melakukan pengklasifikasian terhadap sabda Yesus tersebut.


Sering kali Jesus Seminar menjadi sebuah barang asing, tak terkecuali bagi sebagian kalangan Kristen. Oleh karenanya, tulisan ini diharapkan dapat memberi sudut pandang baru, tentu selain dari apa yang selama ini diajarkan oleh gereja. Dengan adanya perspektif lain tersebut, diharapkan dapat semakin membuka jalan kepada siapa pun untuk menemukan kebenaran sejati, sebagaimana perkataan Yesus dalam Yohanes 8:32, “Then you will know the truth, and the truth will set you free.


Pengusung Jesus Seminar

Jesus Seminar disponsori oleh Westar Institute, sebuah pusat studi Kekristenan yang dibangun di Sonoma, California. Gerakan ini dipimpin oleh Robert W. Funk, seorang sarjana Alkitab yang menyuarakan keraguan⸺lebih tepatnya penelitian ulang⸺terhadap keautentikan Alkitab; Funk sekaligus adalah direktur dari Westar Institute. Proses penyelidikan oleh The Fellows berjalan selama enam tahun, yakni dari tahun 1985 hingga tahun 1991. Dengan ide segar yang dibawanya, tak heran jika ia mendapatkan berbagai kritikan dan cibiran⸺terutama oleh mereka yang memegang erat tradisi gereja dalam penafsiran Alkitab secara turun-temurun. Ada yang melabeli Funk sebagai seorang liberal, mengatakan bahwa tidak semua peserta yang termasuk dalam Jesus Seminar memegang kompetensi yang cukup sebagai seorang pakar Perjanjian Baru. Untuk menghindari subjektivitas, pada tulisan ini akan dibahas pula tentang “kelemahan” yang terdapat di dalam Jesus Seminar berdasarkan perspektif pihak penentang.


Penelusuran Historical Jesus

Sebagai produk dari Jesus Seminar, The Five Gospels memuat informasi yang cukup tentang bagaimana The Fellows melakukan pemilahan atas perkataan Yesus yang asli⸺Historical Jesus, adalah sebuah tema besar yang membahas tentang keselarasan antara Yesus menurut sejarah dan Yesus dilihat dari sisi mistis di dalam Injil. Sebagai seorang yang skeptis, ditambah dengan keilmuannya dalam bidang Perjanjian Baru, Robert W. Funk menggunakan penelurusan terhadap Yesus Sejarah, dan mengkomparasinya dengan ayat-ayat dalam Perjanjian Baru⸺baik Injil Yohanes maupun sinoptik (Matius, Markus, dan Lukas).


Funk mengatakan bahwa salinan tertua yang bisa didapatkan untuk setiap bagian-bagian Injil Yunani adalah yang ditulis pada tahun 200 M. Sedangkan bagian kecil untuk Injil Yohanes, kemungkinan salinan tertua yang bisa didapatkan adalah yang ditulis pada tahun 125 M atau lebih awal. Para sarjana Alkitab yang berkumpul dalam Jesus Seminar kemudian meneliti ulang setiap perkataan yang dianggap berasal dari Yesus, berdasarkan naskah kuno Injil berbahasa Yunani, yang dianggap sebagai bahasa asli Injil.


Selain menilik naskah kuno Injil sinoptik, Funk juga memfokuskan penelitiannya pada Gospel of Thomas (Injil Thomas). Terjemahan Koptik dari dokumen ini ditemukan pada tahun 1945 di Nag Hammadi, Mesir. Adanya Injil Thomas, memungkinkan para ilmuwan untuk mengidentifikasi tiga fragmen Yunani yang muncul lebih dulu sebagai bagian dari tiga salinan berbeda dari Injil yang sama. Direktur Westar Institute tersebut juga menyatakan bahwa salinan Injil tertua yang selamat dan masih bisa ditemukan hari ini adalah yang ditulis sekitar 175 tahun setelah peristiwa penyaliban Yesus, serta ada dua lagi yang mirip dengannya.


Penamaan Injil Kanonik dalam Perjanjian Baru

Sebelum masuk ke bahasan tentang naskah kuno Injil mengenai sumber-sumber yang digunakan oleh tiap pengarang dalam Perjanjian Baru⸺ada baiknya untuk mengetahui secara singkat mengenai latar belakang pemberian nama pada tiap Injil dalam Perjanjian Baru: (1) Markus, yang diatributkan kepada John Mark sahabat dari Paul, sepupu dari Barnabas, dan kemungkinan ada hubungannya dengan Peter, pertama kali disarankan sebagai nama Injil pertama dalam Perjanjian Baru oleh Papias, (2) Matius, juga disarankan pertama kali oleh Papias sebagai nama dari salah satu Injil kanonik, (3) Lukas, sudah menjadi sebuah tradisi yang menyatakan bahwa Lukas sang Penginjil dan sahabat dari Paul sebagai pengarang dari Injil Lukas, (4) John, Injil yang keempat disusun oleh pengarang yang tidak dikenal di dekade akhir abad pertama, (5) Thomas, Injil Thomas diatributkan kepada Didymus Judas Thomas, yang dihormati di Gereja Syria sebagai seorang Rasul, dan sebagai saudara kembar dari Yesus Kristus (seperti yang diklaim dalam Kisah Rasul Thomas [Acts of Thomas], pada abad ke-3 M).


Injil Thomas: Perangkat Penting dalam Studi Historical Jesus

Pengarang Injil Thomas sering kali juga dikenal sebagai kembaran Yesus. Dalam menelusuri mana perkataan Yesus yang asli, Injil Thomas menjadi salah satu perangkat penting bagi The Fellows. Pasalnya, Injil yang satu ini mengandung tidak kurang dari 114 perkataan dan perumpamaan yang dianggap berasal dari Yesus⸺tak heran jika Funk mengatakan bahwa kitab ini adalah sumber independen baru yang bisa digunakan dalam studi tentang Yesus Sejarah. Walaupun begitu, di dalamnya tidak akan didapatkan narasi seperti: (1) Ketika Yesus diadili, mati, dan dibangkitkan kembali, (2) tidak ada pula kisah lahir dan masa kecil Yesus, (3) dan tidak ada pula laporan terkait pelayanannya di Galilee dan Judea. Thomas tidak tertarik dengan peristiwa penyaliban Yesus⸺bahkan, isinya bisa dibilang bertolak belakang dengan ajaran Kristen saat ini, di dalamnya tidak dikatakan bahwa Yesus disalib untuk menebus dosa manusia.[1]


Dewasa ini, siapa pun yang ingin menulis tentang pertanyaan historis⸺mengenai apa yang dikatakan dan dilakukan oleh Yesus⸺pasti akan berurusan dengan Injil Thomas.[2] Berbicara mengenai Gospel of Thomas, pasti tak lepas dari “perpustakaan” Nag Hammadi yang ditemukan pada tahun 1945.[3] Perpustakaan tersebut menyimpan beberapa naskah kuno dari awal masa kekristenan. Selain mempunyai peran penting dalam studi Historical Jesus, Injil Thomas juga mempunyai peran yang sama besarnya dalam studi asal-usul dan literatur Kristen.[4]


Penemuan naskah kuno dalam Nag Hammadi tentunya membuat para ahli biblikal terpaksa mengubah pandangannya terhadap sejarah awal masa kektistenan; tentang bagaimana Yesus berbuat dan berperilaku. Walaupun ada perbedaan mengenai kapan tepatnya kumpulan kodeks ini ditemukan, yang pastinya, kumpulan naskah kuno yang awalnya ditemukan dalam keadaan kumuh tersebut, kini telah tersimpan rapi di tangan pemerintahan Mesir.


Injil Thomas terbukti menjadi tambang emas untuk pengumpulan material dan informasi baru. Injil Thomas memiliki hubungan paralel (kesamaan) dengan Injil Markus sebanyak 47 persen; 40 persen dengan sumber Q; 17 persen dengan Injil Matius; 4 persen dengan Injil Lukas; dan 5 persen dengan Injil Yohanes⸺semuanya sudah termasuk dengan perkataan yang dianggap berulang.

Proses yang begitu panjang dari penulisan Injil Kanonik merupakan salah satu alasan The Fellows melakukan penelitian ulang terhadap perkataan Yesus di dalam Perjanjian Baru. Pasalnya, dengan banyaknya penulis Injil dengan latar belakang yang berbeda, membuat keautentikan dari kodeks itu sendiri dipertanyakan. Apakah semua penulis naskah tersebut pure hanya memasukkan perkataan Yesus saja di dalamnya? Ditambah lagi dengan jarak waktu antar penulis yang saling berjauhan; proses penyalinan pada awal masa kekristenan masih dilakukan secara manual⸺dengan menggunakan tangan⸺tidak ada alternatif lain,[5] saat itu belum ada mesin fotokopi yang bisa menyalin kodeks dalam jumlah yang banyak sekaligus.


Kecurigaan tentang adanya beberapa sumber yang digunakan oleh para penulis Injil sinoptik, muncul setelah ditemukannya fakta bahwa terdapat ayat yang persis sama (plagiasi) dan juga ayat “eksklusif” yang di mana satu Injil mencantumkan ayat tertentu, namun tidak ditulis oleh pengarang lainnya. Misal sebagaimana telah dijelaskan oleh Funk dalam The Five Gospels, bahwa Matius dan Lukas memanfaatkan apa yang telah ditulis oleh Markus sebagai basis dari Injil mereka. Selain Injil Markus, terdapat beberapa “sumber” lain yang diduga kuat dimanfaatkan oleh para penulis Injil sinoptik dan Injil Yohanes (Gospel of John) untuk menyusun Injilnya.


Teori Dua Sumber

Teori dua sumber (The Two-Source Theory) adalah teori yang menyatakan bahwa Matius dan Lukas memanfaatkan dua sumber tertulis⸺Markus dan Q (dalam Bahasa Jerman “Quelle” yang berarti sumber)⸺untuk menyusun Injil mereka.

Terdapat beberapa argumen pendukung bahwa Matius dan Lukas memanfaatkan karangan Markus sebagai basis dari Injil mereka:

  1. Persetujuan antara Matius dan Lukas dimulai di mana Markus memulai dan berakhir di mana pernyataan Markus berakhir.

  2. Matius menulis ulang sekitar 90 persen dari Markus, sedangkan Lukas sekitar 50 persen. Mereka sering kali menyalin karangan Markus dengan cara yang sama. Ketika mereka tidak bersepakat akan suatu hal, entah itu Matius atau Lukas, keduanya akan mendukung urutan yang terdapat di dalam Markus.

  3. Dalam sebuah segmen, mereka bertiga mempunyai kesamaan umum, kesepakatan secara verbal rata-rata sebanyak 50 persen.

  4. Dalam triple tradition, Matius dan Markus sering kali bertentangan dengan Lukas.

Berkaitan dengan sumber Q, terdapat 200 ayat dalam Injil Matius dan Lukas yang masuk dalam kategori double tradition. Yang di mana selain dengan menggunakan Injil Markus, kedua penulis Injil yang disebutkan di awal tadi juga menggunakan “Q” sebagai basis dari gospel mereka.


Teori Empat Sumber

Teori empat sumber (The Four-Source Theory) adalah teori tentang hubungan antara Injil Sinoptik; Di mana Matius menggunakan Markus, Q, dan sumber spesialnya sendiri yang disebut dengan M. Lukas juga menggunakan Markus dan Q, tapi punya sumber khusus yang disebut dengan L, yang mana tidak dimiliki Matius. Apa yang terdapat di dalam M dan L kemungkinan datang dari tradisi oral.


Setelah diketahui bahwa terdapat sekitar 200 ayat dalam Injil yang masuk dalam kategori sumber Q diekstrak dari Injil Matius dan Lukas, ternyata masih ada saja ayat yang tersisa⸺yang tidak datang dari Markus, Q, atau sumber yang lainnya; Matius dan Lukas pergi dengan jalan yang berbeda ketika mereka selesai menyusun Injil mereka dengan memanfaatkan Markus dan Q. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, masing-masing dari mereka mempunyai sumber ketiganya sendiri; sumber ketiga milik Markus disebut dengan “M,” sedangkan sumber ketiga Lukas dikenal dengan sebutan “L.”

Metode dalam Jesus Seminar

Subjektivitas sangatlah rawan dalam setiap tulisan yang bertemakan Jesus Seminar, di satu sisi, ada yang memuji teolog di dalamnya secara berlebihan; di sisi lain, ada yang menggeneralisir orang-orang yang terlibat dalam Jesus Seminar sebagai liberal: Tidak paham dengan tradisi penulisan Injil Kanonik; tidak semuanya merupakan pakar Perjanjian Baru. Sehingga, apa pun kebenaran yang dihasilkan dalam pertemuan tersebut (Jesus Seminar), akan langsung ditolak mentah-mentah oleh mereka.


Para teolog yang tergabung dalam Jesus Seminar berkumpul setiap tahun untuk mempresentasikan penelitiannya masing-masing⸺berisi tentang penyelidikan keabsahan Injil melalui historisitas perkataan Yesus secara langsung. Seusai para teolog mempresentasikan penyelidikannya, metode yang ditempuh selanjutnya adalah dengan berdiskusi.[6]

Langkah pertama yang dilakukan oleh para pakar biblikal di dalam Jesus Seminar adalah dengan cara mengumpulkan dan mengklasifikasi semua perkataan yang dianggap sebagai milik Yesus pada tiga abad pertama masehi. Para anggota Jesus Seminar berhasil mengumpulkan sekitar 1500 versi dari sekitar 500 material; dibagi menjadi empat kategori:

(1) Perumpamaan, (2) pepatah, (3) dialog, dan (4) kisah-kisah yang dianggap berasal dari Yesus. The Fellows tidak hanya melakukan penyelidikan terhadap Injil kanonik saja, melainkan semua Injil yang selamat dan masih bisa dibaca hingga hari ini.


Target dari Jesus Seminar adalah untuk me-review setiap dari 500 perangkat dan menentukan mana yang berpeluang tinggi menjadi sesuatu yang dianggap berasal dari Yesus. Setiap perangkat yang berhasil melewati “seleksi” akan dimasukkan ke dalam database untuk menentukan siapa Yesus sebenarnya.


Kritik terhadap Jesus Seminar

Sebagian besar kritik terhadap Jesus Seminar ditujukan kepada orang-orang yang berpartisipasi di dalamnya; kepada mereka yang melakukan penyelidikan terhadap segala hal yang berkaitan dengan perkataan Yesus. Ada yang menganggap Robert W Funk beserta anggota The Fellows lainnya sebagai kelompok yang liberal; berpaham plurarisme; menerapkan standar ganda; menuduh sebagian anggota The Fellows sebagai bukan orang yang pakar dalam bidang Perjanjian Baru.


Kesimpulan

Landasan dari pengklasifikasian yang dilakukan oleh Robert W Funk dan koleganya tidak lain adalah kodeks yang berasal dari tiga abad pertama tahun kekristenan; semuanya berkaitan dengan perkataan Yesus. The Fellows kemudian melakukan presentasi, diskusi, dan diakhiri dengan voting (pemungutan suara). Pada awalnya hanya terdapat dua pilihan: Murni perkataan Yesus atau mutlak bukan perkataan Yesus. Namun, karena banyak yang tidak satu suara, akhirnya dibukalah hingga empat pilihan: (1) Autentik/murni perkataan Yesus, yang kemudian ditandai dengan tinta warna merah, (2) kemungkinan adalah perkataan Yesus, dengan modifikasi di dalamnya, yang kemudian ditandai dengan tinta warna merah muda, (3) Yesus tidak mengatakan hal demikian, namun ayat tersebut bisa membantu memberi penjelasan mengenai siapa Yesus sebenarnya, (4) Yesus sama sekali tidak mengatakannya; tidak mempresentasikan Yesus yang sebenarnya; berbeda dengan Yesus yang dikenal berdasarkan kodeks autentik.


Setiap personal atau karya tidak akan pernah lepas dari kritik, terlepas dari seberapa mulia atau baik orang tersebut; seberapa tinggi keakuratan atau kebenaran yang terdapat dalam sebuah karya⸺Jesus seminar, menjadi salah satu dari sekian banyak contoh karya besar yang terus mendapat kritik dan sering kali mengalami penolakan secara mentah-mentah. Hal ini menunjukkan bahwa kebenaran yang disertai kejujuran tidaklah cukup; ego, keserakahan, atau nafsu, bisa mengalahkan kebenaran sejati yang sesungguhnya sangat jelas di depan mata. Bukankah perokok mengetahui kebenaran bahwa tembakau dapat membahayakan dirinya, dan berterus terang mengenai hal tersebut? Namun tetap saja, ketergantungan terhadap tembakau membuatnya enggan untuk meninggalkan hal yang salah, dan buta terhadap kebenaran yang gamblang di depan mata.


Endnote

[1] Marvin Meyer, Secret Gospels: Essays on Thomas and The Secret Gospel of Mark (Harrisburg, 2003), hal. 4.

[2] Stephen J. Patterson, The Gospel of Thomas and The Christian Origins: Essays on The Fifth Gospel (Leiden, 2013), hal. 119. [3] Stephen J. Patterson, Hans-Gebhard Bethge, James M. Robinson, The Fifth Gospel: The Gospel of Thomas Comes of Age (New York: T&T Clark International, 2011), hal. 67. [4] Meyer, Op. Cit., 1.

[5] Bart D. Ehrman, Misquoting Jesus: The Story Behind Who Changed The Bible and Why (New York, 2005), hal. 45.

[6] Lande, A. E. (2013). Tinjauan Kritis Terhadap Yesus Seminar. Jurnal Antusias, 2(3), hal. 31

143 views0 comments

Comments


Post: Blog2_Post
bottom of page